1. Sengketa
Internasional dan Faktor penyebab
Sengketa internasional
addalah sengketa atau perselisihan yang terjadi antarnegara baik berupa yang
masalah wilayah, warga negra, hak asasi manusia, maupun masalah yang bersifat
pelik yaitu masalah terorisme. Dalam mengatasi perselisihan atau sengketa
antarbangsa, keberadaan hukum internasional dapat berperan untuk mengatur batas
Negara, mengatur hubungan diplomasi, membuat, melaksanakan, dan
menghapustraktat. Selain itu, mengatur masalah kepentingan bersama dalam bidang
ekonomi, sosial budaya, hukum dan hankam.
Selain hukum internasional
peran hukum damai pun tidak dapat diabaikan. Hukum damai cara mengatur
memecahkan perselisihan dengan jalan damai, sepertiperundingan diplomatic dan
mediasi dengan meminta pihak ketigamenjadi perantara atau penegah dalam
menyelesaikan sengketa internasional yang terjadi. Factor-faktor timbulnya
sengketa internasional sangat komplek. Namun demikian berikut ini disebutkan
beberapanya yaitu :
1. Segi Politis ( Adanya Pakta Pertahanan atau Pakta
Perdamaian )
2. Suatu Wilayah Teritorial
3. Pengembangan Senjata Nuklir atau Senjata
Biologi
4. Permasalahan Terorisme
5. Ketidakpuasan Terhadap Rezim Yang Berkuasa
6. Adanya Hegemoni (
Pengaruh Kekuatan Amerika )
2. Peran Mahkamah Internasional dalam
Menyelesaikan sengketa Internasional
Mahkamah internasional adalah badan PBB yang
berkedudukan di Den Haag (Belanda ). Mahkamah internasional dapat
bersidang ditempat lain kalau dianggap perlu. Masa persaingan diadakan setiap
tahun kecuali waktu-waktu libur. Sidang – sidang lengkap pada prinsipnya
dihadiri oleh 15 anggota, tetapi kuorum dengan 9 anggota sudah cukup untuk
mengadili suatu perkara. Biasanya Mahkamah bersidang 11 anggota tidak termasuk
hakim-hakim ad hoc.
Mahkamah
memilih ketua dan wakil ketua untuk masa
jabatan tiga tahun dan dapat dipilih kembali. Mahkamah juga mengangkat panitera
dan pegawai-pegawai lain yang dianggap perlu. Bahasa-bahasa resmi yang
digunakan menurut pasal 39 Statuta. Adalah Perancis dan Inggris. Namun, atas
permintaan salah satu pihak yang bersengketa, mahkamah dapat mengizinkan
pengguna bahasa lain.
1. Wewenang Mahkamah Internasional
Wewenang mahkamah diatur oleh Statuta yang
khusus mengatur wewenang mahkamah dengan ruang lingkup masalah-masalah mengenai
sengketa. Untuk mempelajari wewenang ini harus dibedakan antara wewenang ratione personae , yaitu siapa-siapa saja yang mengajukan
perkara kemahkamah dan wewenang ratione materiae , yaitu mengenai jenis-jenis sengketa yang
diajukan
Selain kedua wewenang tersebut, Mahkamah
Internasional memiliki wewenang wajib ( compulsory
jurisdiction ) , wewenang wajib
dari mahkamah hanya dapat terjadi jika
Negara – Negara sebelumnya dalam suatu persetujuan menerima wewenang tersebut.
a. Wewenang wajib berdasarkan ketentuan
konversial
Seperti juga halnya arbitrase, dalam
praktiknyawewenang wajib ini dapat diterima dalam bentuk klausula khusus atau
dalam bentuk perjanjian – perjanjian umum. Klausula khusus ini terdapat dalam
suatu perjanjian sebagai tambahan dari perjanjianitu sendiri. Klausula
bertujuan menyelesaikan sengketa-sengketa yang mungkin lahir dimasa yang akan
dating mengenai pelaksanaan dan interprestasi perjanjian tersebut didepan
mahkamah.
Klausula-klausula khusus dijumpai dalam
perjanjian – perjanjian perdamaian tahun 1919,, perjanjian-perjanjian wilayah
mandate, dan perjanjian-perjanjian mengenai minoritas. Setelah Perang Dunia II,
kalusula-klausula yang demikian juga terdapat dalam piagam-piagam konstitutif
organisasi-organisasi internasional. Klausula-klausula tersebut terdapat dalam
konvensi-konvensi kodifikasi yang baru, misalnya konvensi-konvensi mengenai
hubungan diplomatic tahun 1961 dan mengenai hukum perjanjian 1969.
Adapula
perjanjian-perjanjian umum bilateral dan multilateral, yaitu perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh Negara
- Negara yang khusus bertujuan
menyelesaikan secara damai sengketa-sengketa hukum mereka dimasa dating dimuka mahkamah.
b. Klausula opsional
Pasal 36 ayat 2 statuta mengatakan bahwa
Negara – Negara pihak statute dapat setiap saat menyatakan menerima wewenang
wajib mahkamah dan tanpa persetujuan khusus dalam hubungannya dengan Negara
lain menerimah kewajiban yang sama dalam
semua sengketa hukum mengenai :
1. Penafisran suatu perjanjian
2. Setiap persoalan hukum internasional
3. Adanya suatu fakta yang bila terbukti
akan merupakan pelanggaran terhadap kewajiban internasional
4. Jenis atau besarnya ganti rugi yang
harus dilaksanakan karena pelanggaran dari suatu kewajiban binternasional
2. Fungsi konsultatif Maahkamah
Internasional
Mahkamah juga mempuyai fungsi konsultatif, yaitu memberikan
pendapat-pendapat yang tidak mengikat atau apa yang disebut advisor opinion. Hal ini ditulis dalam pasal 69 ayat 1 Piagam
Statuta dan aturan prosedur, yaitu mahkamahlah yang menetapkan syarat-syarat
pelaksanaan pasal tersebut.
1. Natur
yuridik pendapat hukum ( advisory
opinion )
Terdapat
perbedaan dalam penyelesaian sengketa, keputusan- keputusan mahkamah merupakan
keputusan – keputusan hukum yang mengikat pihak – pihak yang bersengketa sedangkan
pendapat – pendapat yang dikeluarkan mahkamah bukan merupakan keputusan hukum
dan tidak mempunyai kekuatan yang mengikat. Apalagi pelaksanaan
pendapat-pendapat sama sekali tidak bisa dipaksakan. Jadi, yang dikuarkan
mahkamah hanyalah suatu pendapat dan bukan merupakan suatu keputusan. Pendapat
ini bertujuan memberikan penjelasan- penjelasan kepadabadan-badan yang
mengajukan pertanyaan kepada mahkamah atas permasalahan hukum.
Sebagai contoh, kovensi 1946 mengenai hak-hak istimewa dan kekebalan PBB
menyebutkan bahwa kalau terjadi sengketa antara PBB dan Negara – Negara anggota
mengenai pelaksanaan dan interprestasi kovensi,sengketa dapat diajukan ke
mahkamah untuk menerima pendapatnya. Selain itu, pihak- pihak yang bersengketa
bejanji untuk bertindak sesuai dengan pendapat mahkamah tersebut. Mekanisme
pendapat yang menjadi wajib ini merupakan jalan keluar bagi organisasi
internasional yang diperbolehkan mengajukan sengketa kemahkamah dengan
keputusan yang mengikat.
Dengan demikian, pendapat – pendapat mahkamah tidak mempunyai kekuatan
hukum dan jika pihak-pihak yang bersengketa menerimanya, semata-mata disebabkan
kekuatan moral pendapat-pendapat itu sendiri. Pada umumnya, organ-organ yang
meminta pendapat dan Negara – Negara yang bersangkutan meminta
pendapat-pendapat mahkamah dan jarang sekali pendapat mahkamah itu
dilaksanakan.
2.
Permintaan pendapat Mahkamah Internasional
Pasal
96 dan pasal 65 statuta menyatakan bahwa mahkamah dapat memberikan pendapat
mengenaI semua persoalan hukum. Berbeda dengan mahkamah yang dulu, mahkamah
yang sekarang dapat diminta pendapatnya untuk semua persoalan hukum, baik yang
bersifat konkret, maupun yang abstrak,
sedangkan mahkamah yang dulu hanya dapat ditanya tentang sengketa-sengketa
hukum yang konkret.
• Badan yang dapat meminta pendapat mahkamah.
Kebalikan dari prosedur wajib, prosedur
konsultatif hanya terbuka bagi organisasi – organisasi internasional dan bukan
bagi Negara – Negara. Menurut pasal 96 ayat 1, Majelis Umum dan Keamanan PBB
dapat meminta advisory opinion mengenai kemasalah hukum ke mahkamah.
Selanjutnya, menurut ayat 2 pasal tersebut, hak untuk meminta pendapat mahkamah
ini juga dapat diberikan kepada organ-organ lain PBB dan badan-badan khusus
dengan syarat bahwa semua harus mendapat
otoritas terlebih
dahulu dari Majelis Umum.
* Pemberian pendapat oleh mahkamah
Secara teoritis, mahkamah tidak
diwajibkan untuk menjawab. Namun, dalam praktiknya, mahkamah tidak pernah lalai
dalam melakukan tugasnya, bahkan mahkamah harus berpegang teguh pada pendapat
mahkamah bahwa sebagai organ – hukum PBB, kewajiban memberikan
pendapat-pendapat kalau diminta, untuk m,embantu lancarnya PBB.
Sebaliknya, makhamah dapat menolak permintaan pendapat kalau dianggap
terdapat ketidaknormalan dalam permintaan tersebut. Selain itu, mahkamah memeriksa
apakah pertanyaan yang diajukan suatu organisasi internasional betul-betul
berada dibawah wewenang organisasi tersebut, serta apakah organisasi –
organisasi mempunyai wewenang tersebut. Juga dilihat dari praktiknya mahkamah
dibawah wewenang nasional suatu Negara.
3. Prosedur Penyelesaian sengketa internasional melalui mahkamah internasional
Ketentuan – ketentuan procedural dalam
penyelesaian sengketa internasionalberada diluar kekuasaan Negara – Negara yang
bersengketa. Ketentuan – ketentuan tersebut sudah ada sebelum lahirnya sengketa
– sengketa. Selanjutnya, pasal 30 statuta memberikan wewenang kepada mahkamah
untuk membuat aturan –aturan tata tertib guna melengkapi Bab III tersebut.
Jadi, statute merupakan sauatu konvensi, aturan procedural tadi merupakan suatu
perbuatan unilateral mahkamah yang mengikat Negara – Negara yang bersengketa.
Disini teknik internasional identic dengan teknik intern suatu Negara.
Mengenai isi ketentuan – ketentuan procedural dicatat bahwa proses
didepan mahkamah mempunyai banyak kesamaan dengan yurisdiksi intern suatu Negara.
a. Prosedur tertulis dan perdebatan lisan
diatur sedemikian rupa untuk menjamin
setiap pihak dalam mengemukakan pendapatnya.
b. Sidang – sidang mahkamah terbuka untuk
umum,sedangkan sidang – sidang arbitrase tertutup. Tentu saja rapat hakim – hakim
mahkamah diadakan dalam sidang tertutup.
Selanjutnya,sesuai pasal 26 statuta,
mahkamah dari waktu kewaktu dapat membentuk dari satu atau beberapa kamar yang
terdiri atas 3 hakim atau lebih untuk memeriksa kategori tertentu kasus-kasus
seperti pemburuan atau masalah yang berkaitan dengan transit dan komunikasi. Kemungkinan ini telah digunakan beberapa kali
oleh mahkamah.
4. keputusan mahkamah internasional dalam
menyelesaikan sengketA INTERNASIONAL
Keputusan mahkamah internasional
diambil dengan suara mayoritas dari hakim – hakim yang hadir. Jika suara
seimbang, suara ketua atau wakilnya yang menentukan. Keputusan mahkamah terdiri
dari dari 3 bagian. Bagian yang pertama berisikan komposisi mahkamah, informasi mengenai pihak – pihak yang
bersengketa, serta wakil – wakilnya, analisis mengenai fakta – fakta dan
argumentasi hukum pihak – pihak yang bersengketa. Bagian kedua berisi
penjelasan mengenai motivasi mahkmah.
Pemberian motivasi keputusan mahkamah
merupakan suatu keharusan karena penyelesaian yurisdiksional sering
merupakan salah satu unsur dari penyelesaian yang lebih luas dari sengketadan
karena itu, perlu dijaga senbilitas pihak – pihak yang bersengketa. . bagian
ketiga berisi dispositive. Dispositive ini berisiskan keputusan mahkamah yang
mengikat Negara – Negara yang bersengketa.
Seperti halnya dengan praktik peradilan intern Negara – Negara
Anglo-Saxon, pernyataan pendapat yang terpisah diperbolehkan. Maksud pendapat
terpisah ialah jika suatu keputusan
tidak mewakili seluruh atau hanya sebagian dari pendapat bulat para hakim,
hakim – haklim yang lain berhak
memberikan pendapat secara terpisah ( pasal 57 statuta ). Dengan kata lain,
pendapat terpisah adalah pendapat hakim yang tidak sesuai dengan keputusan yang
diambil oleh kebanyakan hakim.. peraturan resmi pendapat terpisah akan melemahkan
kekuatan keputusan mahkamah, walaupun di lain pihak akan menyebabkan hakim-
hakim mayoritas berhati – hati dalam memberikan motif keputusan mereka.
5.
peranan hukum internasional dalam menjaga perdamaian dunia.
Permasalahan
yang terjadi antara satu Negara dan Negara lain atau satu Negara dan banyak
Negara akan dapat menimbulkan konflik dan pertentangan, baik dalam kaitannya
dengan hak suatu Negara atau banyak Negara, msupun dengan kebiasaan seorang
kepala Negara, diplomatic atau duta besar.
Semua subjek ini mempunyai hak dan kewajiban masing – masing yang dalam
pelaksanaannya harus mengikuti permainan internasional dan mengikuti aturan
yang telah di sepakatisecara bersama atau secara internasional. Suatu Negara yang
telah membina hubungan kerja dengan Negara llain, haruslah mempunyai korps diplomatic
pada Negara yang bersangkutan. Seorang diplomat harus tunduk pada hukum
diplomatic yang telah ditentukan secara internasional.
Berikut ini adalah beberapa
contoh mengenai peranan hukum internasional ( berdasarkan sumber – sumbernya )
dalam menjaga perdamaian dunia.
a. Perjanjian pemanfaatan Benua Antartika secara damai ( Antartic Treaty ) pada
tahun 1959.
b. Perjanjian pemanfaatan nuklir untuk
kepentingan perdamaian ( Non-Proliferation Treaty) pada
tahun 1968
c. Perjanjian damai Dayton ( Ohio-AS ) pada tahun
1995 yang mengharuskan pihak Serbia, Muslim Bosnia, dan Kroasia mematuhinya. Untuk
mengatasi perjanjian tersebut, NATO menempatkan pasukannya guna menegakkan hukum
internasional yang telah disepakati.
No comments:
Post a Comment